OSHIN : Kisah Perempuan Yang "Tak Ada Matinya"
Apa bahasa Jepang gadis miskin penuh derita?
Anda benar! Jawabannya adalah Oshin Tanokura! Di era 80-an,
siapa yang tak kenal gadis cilik berpipi merah yang hidupnya tak putus
dirundung malang? Dari sandal jepit, baju, buku tulis (dahulu saya bahkan punya
sepuluh buku tulis bergambar Oshin), jepit rambut, sampai nama bayi baru lahir
pun tak lepas dari pengaruh popularitas Oshin. Di kampung saya, beberapa bayi
perempuan yang kebetulan lahir berkulit putih dan (sedikit) sipit harus rela
ditasbihkan sebagai Oshin. Tentu saja harapan Ayah Bunda mereka adalah bahwa
bayi mereka akan secantik dan setegar Oshin (tapi tak boleh semenderita
Oshin…).
Sekedar penyegar ingatan, Oshin adalah serial Jepang
produksi NHK (Nihon Hoso Kyokai) bersama dengan Japan Foundation yang
ditayangkan TVRI sepanjang tahun 80-an dan beroleh sukses besar. Dan tak cuma
di Indonesia serial ini memukau penonton, Oshin ditayangkan di 59 negara dengan
hasil yang sama : sukses menjaring pemirsa. Tak heran banyak yang beranggapan
bahwa satu-satunya orang Jepang yang paling terkenal seluruh dunia adalah
Oshin, bukan Hirohito, bukan Akira Kurosawa, bukan pula Koizumi. Popularitas
yang sampai kini bergeming dan tak tersamai.
Di Sulawesi Selatan, jam tayang Oshin adalah setengah tujuh
malam, mepet dengan jadwal shalat maghrib berjamaah di rumah kami. Jadilah kami
(saya dan saudara-saudara) sepanjang shalat tak lepas-lepas melirik jam
dinding, berharap Bapak tak membaca surah yang panjang-panjang, sehingga masih
bisa menyaksikan ‘derita Oshin seutuhnya'… Tapi biasanya Bapak berlanjut dengan
shalat sunnah dan wirid yang panjaaang banget. Kendati jemaah (dalam hal ini
anak-anaknya) tak wajib ikut wirid, namun teve tetap tak boleh dinyalakan
selama Bapak masih duduk di atas sajadah. Apa boleh buat. Saya harus kabur ke
rumah tetangga, untuk menyaksikan pergulatan Oshin melawan nasib buruk yang tak
henti-henti datangnya…
Di rumah tetangga (yang menjadi pusat tontonan anak-anak
se-RT-RW berhubung teve masih jarang), tak jarang saya dapati anak-anak
perempuan berlinang air mata (dan ingus) saat menyaksikan Oshin. Apalagi saat
adegan Oshin ‘dianiaya’, ada yang sampai sesegukan…. Dimaklumi saja. Saya aja
sampai berkaca-kaca….
Belajar dari Oshin
Oshin juga mengajarkan banyak hal kepada saya. Di masa kecil
Oshin, kita disuguhi tayangan tentang rumah Oshin yang sederhana dalam kepungan
salju yang lebat. Sebelum Oshin datang mengetuk layar kaca, saya selalu
membayangkan salju yang indah dan empuk bagai kapas, salju yang bisa dibentuk
bola dan orang-orangan, salju yang jadi mainan. Tapi Oshin membuat saya sadar,
salju dan musim dingin yang berkepanjangan bisa membawa lapar, panen yang
gagal, dan dingin yang mematikan. Oshin pula yang membuat saya nyaris menangis
(terpaksa mengaku deh) saat tahu bahwa dahulu beras pulen (tanpa campuran
lobak) dianggap sebagai suatu kemewahan…
Di episode awal Oshin kita saksikan pergulatan keluarga
Oshin menghadapi kemiskinan. Oshin harus rela bermandi peluh untuk menghidupi
keluarga saat orang tuanya mulai sakit-sakitan. Kita ingat bagaimana Oshin
diperlakukan semena-mena oleh para juragannya. Kita masih ingat saat Oshin
kecil (tujuh tahun) dikirim oleh Shakuzo, ayahnya, bekerja di toko beras milik
orang tua Kayo (yang menjadi ‘musuh’ Oshin kecil namun akhirnya menjadi sahabat
Oshin), dan harus bekerja keras (mengasuh bayi bahkan saat ke sekolah,
membersihkan rumah, mengepel, dan beragam pekerjaan lain, memunguti serakan
bulir-bulir beras) semata untuk semangkuk dua mangkuk beras, agar keluarga tak
kelaparan di kampung…
Lewat Oshin pula saya yang masih di bangku SD saat itu,
beroleh paham kalau cinta pertama tak pernah terlupakan (ehm…). Tentu kita
masih ingat kasus Oshin dan Kota (dan intrik cinta segitiga Oshin, Kayo dan
Kota). Lewat Oshin saya menyaksikan perjuangan seorang perempuan yang pantang
mundur dalam mewujudkan cita-cita yang sederhana, menjadi seorang penata
rambut. Oshin yang sederhana dan jelata namun menguasai keterampilan ‘upacara
minum teh’, keterampilan tingkat tinggi yang hanya dimiliki oleh ‘kalangan
atas’. Juga tentang cinta ibu, cinta Fuji ibu Oshin, yang tiada batas. Perjuangan
Oshin sebagai istri saat Ryuzo sang suami putus asa setelah gempa bumi Kanto
mengguncang Tokyo dan memaksa mereka harus mengungsi ke kampung halaman suami,
dan Oshin harus tinggal seatap dengan mertua dan ipar-ipar yang jahat tak
terkira…Tapi Oshin tetap tabah dan tegar, kendati harus kehilangan bayi
perempuan akibat kerja keras berlebihan.
Ngomong-ngomong tentang mertua, seorang tetangga saya yang
juga tinggal serumah dengan mertua, sering mengeluh tentang mertuanya yang
perkataannya kerap menyakitkan (si mertua telah renta mendekati pikun). Berkat
Oshin, tetangga saya akhirnya bisa rukun dengan mertuanya, memahami keadaan si
mertua yang hampir dementia, bersyukur tak punya ipar, dan si mertua, kendati
bawel dan linglung, tak sejahat mertua Oshin di teve…..
‘Cengeng’ Membawa Hikmah
Meski menguras air mata, Oshin tak bisa dikatakan cengeng.
Cengeng dalam arti hanya membuat kita larut dalam sedih dan haru yang
berlarat-larat. Oshin boleh jadi membuat banyak orang (bukan saya!) diam-diam
terisak , tapi Oshin juga mengajarkan hikmah. Sepanjang penderitaannya, Oshin
tak pernah mengambil kesempatan untuk membalas dendam. Di salah satu episode
Oshin kecil menyelamatkan Kayo yang sebelumnya selalu berupaya mengancam dan
menyusahkan Oshin. Juga keteguhan Oshin saat ditinggal Ryuzo (dalam dua fase,
yakni saat Ryuzo depresi karena bisnisnya yang kolaps dan saat Ryzo mati bunuh
diri), ketegarannya mencari nafkah untuk keluarganya. Oshin mengajarkan hikmah
hidup yang lurus, kemandirian, tekad yang kuat, dan tentu saja feminisme tanpa
perlu menjadi radikal. Kisah Oshin adalah kisah tentang perempuan mandiri dan
kuat yang ‘tak ada matinya’…
Dari hasil telusuran internet, kesaksian seorang warga
Australia mengungkapkan sikap apriorinya terhadap Jepang sehubungan dengan
pendudukan Jepang di Perang Dunia II. Namun sikapnya berubah saat menyaksikan
Oshin. Sebab seperti banyak orang di negeri yang termasuk wilayah pendudukan
Jepang, Oshin dan penduduk Jepang lainnya juga menjadi korban perang, terlepas
dari kenyataan bahwa Jepang-lah yang melakukan ekspansi di PD II. Anak sulung
Oshin, Takeshi (jika tak keliru), menjadi ‘korban’ wajib militer dan hilang di
Filipina saat perang. Takeshi menjadi pilot pesawat tempur Jepang (kamikaze)
dan tak pernah kembali…
Menyaksikan Oshin bagai menyaksikan kisah bangsa Jepang.
Menyaksikan kisah hidup Oshin adalah pelajaran dan teladan. Banyak hikmah yang
dipetik dari Oshin. Meski kita diharu biru oleh perjalanan hidup yang pahit
getir, melodrama yang mungkin membuat kita menyusut air mata
(sembunyi-sembunyi), tak dapat dibantah serangkaian pelajaran berharga tentang
hidup terekam saat menyaksikan kisah diri Oshin Tanokura……
Trivias about Oshin
1. Oshin diadaptasi dari kisah hidup Kazuo Wada, pendiri
Yaohan sebuah bisnis supermaket Jepang. Di tahun 90-an Yaohan mencapai puncak
dengan 450 outlet di 16 negara, meski akhirnya bangkrut dan harus dijual.
Kebangkrutan Yaohan merupakan kebangkrutan terbesar dalam dunia bisnis ritel
Jepang pasca perang.
2. Aslinya, Oshin berdurasi 15 menit per episode (tanpa
iklan) dengan jumlah episode 297. Setelah popularitasnya menjulang, Oshin
difilm(kartun)kan, dibonekakan, dijadikan souvenir, diteaterkan, dibikinkan
lagu, dan sebagainya. Untung Oshin tak berada di Indonesia. Kalau di Indonesia,
bakalan ada Oshin 2, Oshin 3, 4 dst (seperti Tersanjung itu lho)….
3. Di Iran, konon, saat seorang muslimah ditanya oleh
seorang reporter radio – “Menurut Anda Siapa simbol keperempuanan Islam?”
“Oshin,” jawabnya. Jawabannya ini mengejutkan pemimpin relijius Iran Ayatollah
Khomeini yang langsung memerintahkan penangkapan 4 orang dari stasiun TV yang
menyiarkan Oshin.
4. Ada yang tahu setelah Oshin, serial Jepang apa lagi yang
diputar TVRI? Ya, Rin. Serial tentang biografi Rin Tachibana wartawati pertama
Jepang….
5. Hingga kini tak ada DVD resmi Oshin yang beredar dengan
english subtitle, apatah lagi dengan Indonesian subtitle. Harusnya ada yang
ramai-ramai bikin petisi, mengirimkannya ke NHK, menuntut produksi DVD/VCD
Oshin bersubtitle..….
6. Ayako Kobayashi (pemeran Oshin Kecil) pernah datang
berkunjung ke Indonesia dan menjadi bintang iklan ajinomoto (predictable banget
ya?)…
7. Mantan presiden Ibu Mega menjadikan Oshin sebagai salah
satu pokok pembicaraan (rumpian) dengan perdana menteri Jepang Junichiro
Koizumi saat PM Jepang itu menjamu para pemimpin Asean (Desember 2003 di
Jepanf). Saat itu Ayako Kobayashi juga menjadi salah satu penjemput tamu…
Berani taruhan, Ibu Mega pasti berkaca-kaca juga (mungkin malah sampai ‘basah’)
saat menyaksikan Oshin… Nah, kalau (calon) presiden aja nangis, apalagi kita
ya?
8. Talking about Yuko Tanaka (Oshin dewasa). Adakah yang
memperhatikan kalau mata Yuko Tanaka agak-agak, maaf, jereng?
9. Di kampung saya, gaya menggendong bayi di punggung pun
dinamakan gendong Oshin. Padahal dulu cara gendong seperti ini malah disebut
‘gendong Jawa’…
No comments:
Post a Comment