as

Monday 26 August 2013


OSHIN : Kisah Perempuan Yang "Tak Ada Matinya" 






Ini teka-teki jaman baheula ?
Apa bahasa Jepang gadis miskin penuh derita?

Anda benar! Jawabannya adalah Oshin Tanokura! Di era 80-an, siapa yang tak kenal gadis cilik berpipi merah yang hidupnya tak putus dirundung malang? Dari sandal jepit, baju, buku tulis (dahulu saya bahkan punya sepuluh buku tulis bergambar Oshin), jepit rambut, sampai nama bayi baru lahir pun tak lepas dari pengaruh popularitas Oshin. Di kampung saya, beberapa bayi perempuan yang kebetulan lahir berkulit putih dan (sedikit) sipit harus rela ditasbihkan sebagai Oshin. Tentu saja harapan Ayah Bunda mereka adalah bahwa bayi mereka akan secantik dan setegar Oshin (tapi tak boleh semenderita Oshin…).

Sekedar penyegar ingatan, Oshin adalah serial Jepang produksi NHK (Nihon Hoso Kyokai) bersama dengan Japan Foundation yang ditayangkan TVRI sepanjang tahun 80-an dan beroleh sukses besar. Dan tak cuma di Indonesia serial ini memukau penonton, Oshin ditayangkan di 59 negara dengan hasil yang sama : sukses menjaring pemirsa. Tak heran banyak yang beranggapan bahwa satu-satunya orang Jepang yang paling terkenal seluruh dunia adalah Oshin, bukan Hirohito, bukan Akira Kurosawa, bukan pula Koizumi. Popularitas yang sampai kini bergeming dan tak tersamai.

Di Sulawesi Selatan, jam tayang Oshin adalah setengah tujuh malam, mepet dengan jadwal shalat maghrib berjamaah di rumah kami. Jadilah kami (saya dan saudara-saudara) sepanjang shalat tak lepas-lepas melirik jam dinding, berharap Bapak tak membaca surah yang panjang-panjang, sehingga masih bisa menyaksikan ‘derita Oshin seutuhnya'… Tapi biasanya Bapak berlanjut dengan shalat sunnah dan wirid yang panjaaang banget. Kendati jemaah (dalam hal ini anak-anaknya) tak wajib ikut wirid, namun teve tetap tak boleh dinyalakan selama Bapak masih duduk di atas sajadah. Apa boleh buat. Saya harus kabur ke rumah tetangga, untuk menyaksikan pergulatan Oshin melawan nasib buruk yang tak henti-henti datangnya…

Di rumah tetangga (yang menjadi pusat tontonan anak-anak se-RT-RW berhubung teve masih jarang), tak jarang saya dapati anak-anak perempuan berlinang air mata (dan ingus) saat menyaksikan Oshin. Apalagi saat adegan Oshin ‘dianiaya’, ada yang sampai sesegukan…. Dimaklumi saja. Saya aja sampai berkaca-kaca….
 

Belajar dari Oshin

Oshin juga mengajarkan banyak hal kepada saya. Di masa kecil Oshin, kita disuguhi tayangan tentang rumah Oshin yang sederhana dalam kepungan salju yang lebat. Sebelum Oshin datang mengetuk layar kaca, saya selalu membayangkan salju yang indah dan empuk bagai kapas, salju yang bisa dibentuk bola dan orang-orangan, salju yang jadi mainan. Tapi Oshin membuat saya sadar, salju dan musim dingin yang berkepanjangan bisa membawa lapar, panen yang gagal, dan dingin yang mematikan. Oshin pula yang membuat saya nyaris menangis (terpaksa mengaku deh) saat tahu bahwa dahulu beras pulen (tanpa campuran lobak) dianggap sebagai suatu kemewahan…

Di episode awal Oshin kita saksikan pergulatan keluarga Oshin menghadapi kemiskinan. Oshin harus rela bermandi peluh untuk menghidupi keluarga saat orang tuanya mulai sakit-sakitan. Kita ingat bagaimana Oshin diperlakukan semena-mena oleh para juragannya. Kita masih ingat saat Oshin kecil (tujuh tahun) dikirim oleh Shakuzo, ayahnya, bekerja di toko beras milik orang tua Kayo (yang menjadi ‘musuh’ Oshin kecil namun akhirnya menjadi sahabat Oshin), dan harus bekerja keras (mengasuh bayi bahkan saat ke sekolah, membersihkan rumah, mengepel, dan beragam pekerjaan lain, memunguti serakan bulir-bulir beras) semata untuk semangkuk dua mangkuk beras, agar keluarga tak kelaparan di kampung…

Lewat Oshin pula saya yang masih di bangku SD saat itu, beroleh paham kalau cinta pertama tak pernah terlupakan (ehm…). Tentu kita masih ingat kasus Oshin dan Kota (dan intrik cinta segitiga Oshin, Kayo dan Kota). Lewat Oshin saya menyaksikan perjuangan seorang perempuan yang pantang mundur dalam mewujudkan cita-cita yang sederhana, menjadi seorang penata rambut. Oshin yang sederhana dan jelata namun menguasai keterampilan ‘upacara minum teh’, keterampilan tingkat tinggi yang hanya dimiliki oleh ‘kalangan atas’. Juga tentang cinta ibu, cinta Fuji ibu Oshin, yang tiada batas. Perjuangan Oshin sebagai istri saat Ryuzo sang suami putus asa setelah gempa bumi Kanto mengguncang Tokyo dan memaksa mereka harus mengungsi ke kampung halaman suami, dan Oshin harus tinggal seatap dengan mertua dan ipar-ipar yang jahat tak terkira…Tapi Oshin tetap tabah dan tegar, kendati harus kehilangan bayi perempuan akibat kerja keras berlebihan.

Ngomong-ngomong tentang mertua, seorang tetangga saya yang juga tinggal serumah dengan mertua, sering mengeluh tentang mertuanya yang perkataannya kerap menyakitkan (si mertua telah renta mendekati pikun). Berkat Oshin, tetangga saya akhirnya bisa rukun dengan mertuanya, memahami keadaan si mertua yang hampir dementia, bersyukur tak punya ipar, dan si mertua, kendati bawel dan linglung, tak sejahat mertua Oshin di teve…..


‘Cengeng’ Membawa Hikmah

Meski menguras air mata, Oshin tak bisa dikatakan cengeng. Cengeng dalam arti hanya membuat kita larut dalam sedih dan haru yang berlarat-larat. Oshin boleh jadi membuat banyak orang (bukan saya!) diam-diam terisak , tapi Oshin juga mengajarkan hikmah. Sepanjang penderitaannya, Oshin tak pernah mengambil kesempatan untuk membalas dendam. Di salah satu episode Oshin kecil menyelamatkan Kayo yang sebelumnya selalu berupaya mengancam dan menyusahkan Oshin. Juga keteguhan Oshin saat ditinggal Ryuzo (dalam dua fase, yakni saat Ryuzo depresi karena bisnisnya yang kolaps dan saat Ryzo mati bunuh diri), ketegarannya mencari nafkah untuk keluarganya. Oshin mengajarkan hikmah hidup yang lurus, kemandirian, tekad yang kuat, dan tentu saja feminisme tanpa perlu menjadi radikal. Kisah Oshin adalah kisah tentang perempuan mandiri dan kuat yang ‘tak ada matinya’…

Dari hasil telusuran internet, kesaksian seorang warga Australia mengungkapkan sikap apriorinya terhadap Jepang sehubungan dengan pendudukan Jepang di Perang Dunia II. Namun sikapnya berubah saat menyaksikan Oshin. Sebab seperti banyak orang di negeri yang termasuk wilayah pendudukan Jepang, Oshin dan penduduk Jepang lainnya juga menjadi korban perang, terlepas dari kenyataan bahwa Jepang-lah yang melakukan ekspansi di PD II. Anak sulung Oshin, Takeshi (jika tak keliru), menjadi ‘korban’ wajib militer dan hilang di Filipina saat perang. Takeshi menjadi pilot pesawat tempur Jepang (kamikaze) dan tak pernah kembali…

Menyaksikan Oshin bagai menyaksikan kisah bangsa Jepang. Menyaksikan kisah hidup Oshin adalah pelajaran dan teladan. Banyak hikmah yang dipetik dari Oshin. Meski kita diharu biru oleh perjalanan hidup yang pahit getir, melodrama yang mungkin membuat kita menyusut air mata (sembunyi-sembunyi), tak dapat dibantah serangkaian pelajaran berharga tentang hidup terekam saat menyaksikan kisah diri Oshin Tanokura……


Trivias about Oshin

1. Oshin diadaptasi dari kisah hidup Kazuo Wada, pendiri Yaohan sebuah bisnis supermaket Jepang. Di tahun 90-an Yaohan mencapai puncak dengan 450 outlet di 16 negara, meski akhirnya bangkrut dan harus dijual. Kebangkrutan Yaohan merupakan kebangkrutan terbesar dalam dunia bisnis ritel Jepang pasca perang.

2. Aslinya, Oshin berdurasi 15 menit per episode (tanpa iklan) dengan jumlah episode 297. Setelah popularitasnya menjulang, Oshin difilm(kartun)kan, dibonekakan, dijadikan souvenir, diteaterkan, dibikinkan lagu, dan sebagainya. Untung Oshin tak berada di Indonesia. Kalau di Indonesia, bakalan ada Oshin 2, Oshin 3, 4 dst (seperti Tersanjung itu lho)….

3. Di Iran, konon, saat seorang muslimah ditanya oleh seorang reporter radio – “Menurut Anda Siapa simbol keperempuanan Islam?” “Oshin,” jawabnya. Jawabannya ini mengejutkan pemimpin relijius Iran Ayatollah Khomeini yang langsung memerintahkan penangkapan 4 orang dari stasiun TV yang menyiarkan Oshin.

4. Ada yang tahu setelah Oshin, serial Jepang apa lagi yang diputar TVRI? Ya, Rin. Serial tentang biografi Rin Tachibana wartawati pertama Jepang….

5. Hingga kini tak ada DVD resmi Oshin yang beredar dengan english subtitle, apatah lagi dengan Indonesian subtitle. Harusnya ada yang ramai-ramai bikin petisi, mengirimkannya ke NHK, menuntut produksi DVD/VCD Oshin bersubtitle..….

6. Ayako Kobayashi (pemeran Oshin Kecil) pernah datang berkunjung ke Indonesia dan menjadi bintang iklan ajinomoto (predictable banget ya?)…

7. Mantan presiden Ibu Mega menjadikan Oshin sebagai salah satu pokok pembicaraan (rumpian) dengan perdana menteri Jepang Junichiro Koizumi saat PM Jepang itu menjamu para pemimpin Asean (Desember 2003 di Jepanf). Saat itu Ayako Kobayashi juga menjadi salah satu penjemput tamu… Berani taruhan, Ibu Mega pasti berkaca-kaca juga (mungkin malah sampai ‘basah’) saat menyaksikan Oshin… Nah, kalau (calon) presiden aja nangis, apalagi kita ya?

8. Talking about Yuko Tanaka (Oshin dewasa). Adakah yang memperhatikan kalau mata Yuko Tanaka agak-agak, maaf, jereng?

9. Di kampung saya, gaya menggendong bayi di punggung pun dinamakan gendong Oshin. Padahal dulu cara gendong seperti ini malah disebut ‘gendong Jawa’…

No comments:

Post a Comment